Jumat, 04 April 2008

kebakaran hutan

Kalimantan Timur merupakan salah satu propinsi yang cukup melimpah dengan sumber daya alamnya, baik yang terdapat di permukaan maupun yang terkandung di dalamnya, dari hulu sampai ke hilir cukup banyak potensi alam yang dapat di gali demikian juga dari darat hingga ke laut.

Sektor yang cukup banyak di sentuh untuk wilayah Kaltim masih terfokus pada hasil alam dari hutan dan tambang, untuk potensi wisata masih belum banyak disentuh dengan pengelolaan yang dapat diandalkan dalam menunjang pemasukan negara melalui daerah.

Sampai saat ini di Kaltim terdapat 78 Hak Pengusahaan Hutan/HPH termasuk PT Inhutani I dan II dengan luas kawasan yang telah dikelola 10.319.025 ha. Luasan ini merupakan setengah dari luas seluruh Kaltim, menurut TGHK 21.144.000 Ha sesuai dengan keputusan Menteri Pertanian No. 24/Kpts/Um/1983 tanggal 15 Januari 1983. Luasan ini akan lebih kecil lagi jika dimasukkan dengan luasan yang dikelola untuk sektor pertambangan, perkebunan, pertambakan dan lainnya.

Melihat dari angka jumlah perusahaan yang memiliki izin dalam pemanfaatan lahan tersebut, tentunya sudah dapat diestimasikan bahwa pendapatan negara melalui daerah cukup besar yang diberikan oleh Propinsi Kaltim. Tentunya dalam pengambilan atau pengelolaan wilayah hutan atau lainnya ini harus seimbang dengan potensi yang dieksploitasi. Sehingga proses kelestarian alam yang ada tersebut akan dapat dimanfaatkan dengan prinsip-prinsip pembangunan yang lestari (Sustainable Development).

Kebakaran adalah fenomena lain yang melingkupi perjalanan pengelolaan hutan di Kaltim. Beberapa faktor yang berpengaruh dalam terjadinya kebakaran hutan, antara lain: pertama, pengaruh alam. Faktor alam yang merupakan salah satu penunjang dapat terjadinya kebakaran hutan dan lahan di suatu tempat salah satunya adalah cuaca atau iklim, kemudian jenis vegetasi, bahan bakar, dan kerapatan tanaman. Faktor cuaca atau iklim biasanya dapat diramalkan setiap kurun waktu tertentu secara teratur, sehingga kita memiliki kesempatan sedini mungkin untuk dapat mengantisipasi hal itu.

Demikian juga halnya dengan jenis vegetasi, bahan bakar dan kerapatan tanaman untuk jenis hutan tropis terjadi proses siklus makanan yang tetap, dimana jika kondisi stabil tanpa ada kegiatan penebangan maka proses dekomposisi dapat berjalan dengan normal sehingga serasah, ranting dan lainnya mengalami proses pembusukan alami untuk sumber makanan kembali bagi tanaman. Sehingga tingkat kerawanan kebakaran pada hutan tropis sangat kecil sekali.

Kedua, Aktivitas manusia. Berbagai aktivitas manusia dalam pengelolaan SDA pada dasarnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta tanpa mengabaikan nilai-nilai lingkungan tetapi setelah melihat hasil yang ada sekarang ternyata gambaran yang kita harapkan itu sangat jauh menyimpang dari kenyataan, dimana setelah selesai aktivitas suatu perusahaan dari Timber Company atau Mining Company.

Faktor manusia dalam hal ini yang lebih dominan dapat memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan, seperti kegiatan pembakaran untuk kepentingan tertentu misalnya: kegiatan pembersihan lahan (land clearing), penguasaan lahan (land use conflict) atau sebagai pelampiasan kekecewaan terhadap pihak tertentu (arson).

Beberapa kasus lain dapat kita lihat dari system pengelolaan pengusahaan hutan (HPH) dimana pada kegiatan penebangan kayu di hutan setiap pemanenan 83 m kubik kayu maka sampah yang tertinggal sebanyak 30 m kubik, maka sampah ini merupakan bahan bakar yang sangat rentan potensi terjadinya kebakaran selain lokasi itu juga menjadi terbuka penutupan tajuknya sehingga tingkat kekeringan karena sinar matahari langsung menembus lantai hutan. Potensi kerusakan lainnya jika kegiatan penebangan/pembalakan ini dilakukan maka 25,2% tanaman bukan sasaran menjadi rusak, dan 23,2% tanaman lain akan mati serta 29,9% rusak saat penyaratan kayu keluar dari hutan.

Kegiatan lain yang dapat menunjang kebakaran selain aktivitas dari perusahaan juga kegiatan penebangan liar (illegal logging) yang memasok kayu bulat ke industri yang mengelola hasil hutan. Hal ini dapat dilihat dari data statistik Departemen Kehutanan dan Perkebunan permintaan kayu tahun tahun 1997/1998, sebanyak 84,140 juta m kubik dan kemampuan dari penyediaan kayu hanya 51,5 juta m kubik sedangkan kapasitas bersih industri yang terpasang adalah 79,109 juta m kubik, sehingga kekurangan jumlah kayu bulat yang dibutuhkan sebanyak 32,6 juta m kubik, untuk memenuhi itu maka diperoleh dari kegiatan penebangan liar yang dilakukan pada hutan yang telah dikelola oleh perusahaan atau hutan untuk perlindungan seperti Hutan lindung atau Taman Nasional.

Perladangan berpindah (slash and burn system) yang dilakukan oleh suku pendatang di beberapa daerah tertentu, dimana mereka tidak memiliki system pertanian yang benar-benar memiliki wawasan dan pengetahuan asli terhadap kelanjutan proses perkembangan alam dan lingkungan seperti yang dilakukan oleh suku-suku tradisional. Selain itu juga motivasi mereka jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh masyarakat asli. Sebagai contoh masyarakat pendatang mengusahakan suatu lahan pertama sekali selain untuk kebutuhan ekonomi juga ingin menguasai lahan dan pada tahap berikutnya mengelolanya untuk mencari keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memperhatikan system yang berkelanjutan (sustainable). Sebuah contoh masalah yang banyak terdapat di Kalimantan Timur, adalah perambahan terhadap wilayah kawasan Hutan Lindung.

Perburuan yang dilakukan saat musim kemarau ditambah lagi datangnya krisis ekonomi pada tahun 1998-1999, biasa orang menggunakan api dalam proses penangkapan binatang buruannya, salah satunya kegiatan perburuan kura-kura dan labi-labi di hulu Mahakam, saat terjadi kemarau panjang pada tahun 1997-1998. Dimana para pemburu kura-kura atau labi-labi ini menggunakan api atau pembakaran pada hutan-hutan rawa yang terdapat di sekitar danau Jempang, danau Semayang dan Melintang, untuk menangkap binatang buruannya.

Dari semua persoalan di atas, solusi dalam antisipasi masalah kebakaran hutan perlu dilakukan secara tepat. Ditinjau dari beberapa aspek yang dapat menyebabkan kebakaran hutan tersebut, sangat jelas sekali terlihat adanya dorongan ekonomi, dimana seseorang atau sekelompok orang yang berusaha memenuhi tuntutan hidupnya dengan berbagai praktek tertentu untuk menguasai lahan atau pengelolaan lahan baik yang secara langsung mendapatkan izin atau tidak, untuk memperoleh keuntungan sebanyak-banyaknya. Sehingga kurang memperhatikan aspek atau konsep-konsep yang ramah lingkungan. Semua itu terlihat dari kegiatan pengusahaan hutan, penebangan liar hingga perburuan dan perladangan dari sekelompok masyarakat tertentu yang menguasai lahan atau pada lokasi tertentu dalam kawasan hutan atau lingkungan secara lebih luas.

Dalam mengantisipasi dan mengurangi kerusakan hutan dan lingkungan pada umumnya, maka perlu tindak nyata pada semua pihak terkait/stakeholder secara jelas, pasti dan cepat sehingga degradasi lingkungan dan hutan dapat diatasi. Hal ini dapat melalui jalan pendekatan dengan berbagai metode pada semua pelaku peran baik dari lembaga pemerintah sebagai pihak yang merupakan produk izin, pengusaha yang bergerak dalam kegiatan ini, masyarakat sebagai peran lainnya dan pihak-pihak pengamat yang membantu meluruskan adanya kekeliruan dalam hal ini lembaga swadaya masyarakat baik lokal maupun internasional, perguruan tinggi dan sebagainya.

Sebagai contoh dalam hal ini pemerintah sebagai produk izin dalam pengelolaan SDA baik oleh sektor swasta atau kerjasama pemerintah lebih ketat lagi dalam pengawasannya sehingga pihak yang mendapatkan izin dapat benar-benar bekerja atau melakukan apa yang sesuai dengan perizinan tersebut. Sehubungan dengan hal itu juga pemantauan dapat dilakukan secara periodik dan jika terjadi penyimpangan dapat mengambil tindakan yang tegas sehingga mereka benar-benar patuh dan disiplin dalam pelaksanaannya.

Demikian juga halnya perlu penindakan yang tegas bagi para petugas yang coba-coba menyimpang dari kewenangannya atau melakukan penyelewengan dengan membuat kolusi dengan pihak-pihak terkait tertentu demi kepentingan pribadi.

Untuk penanganan masyarakat tertentu maka perlu adanya pendekatan dengan metode persuasif sehingga apa yang menjadi tujuan kita dapat tercapai. Selain itu perlunya peningkatan kesadartahuan (awareness programme) masyarakat akan pentingnya nilai-nilai lingkungan bagi kelangsungan kehidupan di muka bumi dan umur bumi kita. Sehingga generasi penerus tidak hanya menikmati kerusakan yang diperoleh dari  pendahulunya.
              

produksi bersih (pruduksih)

Program produksi bersih (produksih)
Selamat Pagi, siang, dan malam Negara Indonesia yang tercinta negara yang di huni oleh berbagai aspek. Pada saat ini kami sebagai penulis ingin memberitahukan kabar yang mulai membuat kita sebagai Warga negara Indonesia harus berbangga diri. Yaitu bahwa pada saatt ini di Indonesia telah mulai untuk memperhatikan tentang lingkungan disekitarnya Khususnya di wilayah Kalimantan Timur Di Kota Samarinda Tepatnya di Universitas Mulawarman Fakultas Kehutanan dengan di buatnya program pruduksi bersih yang mana akan sangat menguntungkan bagi semua pihak baik itu pemerintah maupun masyarakat yang berada disekitarnya. Adapun pengertian dari produksi bersih yaitu adalah penerapan secara kontinyu strategi pengelolaan lingkungan yang preventif dan terintegrasi
Perlu kita ketahui bahwasanya Lingkungan merupakan faktor penting dalam tatanan kehidupan kita, jika lingkungan disekitar baik maka masyarakat & pemerintah akan merasakan kenyamanan, ketentraman, keindahan yang di dapat pada lingkungan yang tertata dengan baik. Untuk itulah mari kita semua menggerakkan produksi bersih yang sudah ada pada fakultas kehutanan UNMUL bersama masyarakat & pemerintahan